Fiat Money dan Stabilitas Sistem Keuangan Apakah Mungkin Kembali ke Standar Emas?

Webinar The Series kali ini merupakan Webinar 2nd Round yang diadakan oleh dosen dan mahasiswa Program Studi Manajemen Keuangan Syariah UIN Sunan Kalijaga. Webinar Seri 4 ini dilaksanakan pada hari Jumat, 17 April 2020 pukul 09.30 WIB sampai pukul 11.00 WIB. Webinar Seri 4 ini dipandu oleh salah satu dosen Program Studi Manajamen Keuangan Syariah UIN Sunan Kalijaga yaitu Ibu Muhfiatun, S.E.I., M.E.I. Narasumber pada Webinar Seri 4 ini adalah Bapak Drs. Bedjo Santoso, MT., Ph. D. Beliau adalah Wakil Rektor I Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Tema yang diangkat pada Webinar kali ini yaitu Fiat Money dan Stabilitas Sistem Keuangan, Apakah Mungkin Kembali ke Standar Emas?. Sebagai pembuka, moderator memaparkan bahwa pada tahun 2019 telah diselenggarakan salah satu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara muslim di Kuala Lumpur, Malaysia. Salah satu agenda yang dibahas dalam KTT tersebut tentang bagaimana menciptakan stabilitas keuangan dunia. Untuk menciptakan stabilitas keuangan dunia, Datuk Mahatir Muhammad menyarankan agar menggunakan kembali dinar emas sebagai mata uang bagi negara-negara muslim. Akhir-akhir ini Tiongkok kembali mengejutkan dunia, setelah pada bulan Januari menggemparkan dunai dengan adanya Covid-19 karena Tiongkok telah mengeluarkan uang digital sebagai alat pembayaran dan akan meninggalkan fiat money sebagai alat pembayaran. Uang digital ini akan distandarkan pada emas, sehingga menutup kemungkinan bagi para spekulan untuk berspekulasi. Alasan yang mendasari fiat money akan ditinggalkan karena fiat money terbukti membuat keuangan dunia tidak stabil contohnya sistem keungan di Indonesia, apalagi currency Indonesia ini merupakan currency yang lemah sehingga tidak tahan dengan gejolak dolar.
Pembahasan pada Webinar Seri 04, narasumber memaparkan bahwa menurut sejarah mata uang emas itu pernah merajai sistem moneter di dunia. Mata uang emas ini digunakan bahkan dari zaman sebelum Masehi, mulai dari penggunaan Bymetallic System pada tahun 1923 sampai dengan penggunaan Breetton Wood System pada tahun 1971. Setelah tahun 1971, mata uang yang digunakan adalah Fiat Money yang sudah 50 tahun digunakan. Selama 13 abad pemakaian mata uang emas ini tercatat baru mengalami krisis sebanyak satu krisis yaitu pada masa pemerintahan dinasti Mamluk, sedangkan fiat money sudah mengalami krisis sebanyak 8 kali krisis bahkan dikutip dari beberapa pengarang menyebutkan bahwa setiap 5 tahun terjadi krisis global.
Apakah ada masalah dalam penggunaan mata uang fiat money? Jawabannya adalah ada, terbukti bahwa selama 50 tahun penggunaan fiat money sudah terjadi 8 kali krisis ekonomi dan krisis globalnya sebanyak 7 kali. Seperti yang diketahui bahwa Current Monetary System itu dibangun dengan tiga pilar yaitu fiat money, fractional reserve requirement, dan interest based. Pertama, mengenai penerapan fiat money. Selama penerapan fiat money ini sudah menimbulkan perdebatan dan perdebatan yang terakhir itu terjadi antara kaum Bullionist dengan kaum non-Bullionist pada tahun 1800 yang dimenangkan oleh kaum Bullionist. Pendapat kaum non-Bullionist ini salah yang menganggap bahwa penggunaan mata uang emas tidak stabil.
Ada beberapa sisi positif dari fiat money. Pertama, fiat money elastis terhadap kebutuhan, maksudnya di sini fiat money cepat digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Kedua, fiat money mudah digunakan. Ketiga, fiat money cepat merespon terhadap ekonomi mikro. Namun kelemahan dari fiat money juga banyak. Pertama, fiat money tidak memiliki nilai instrinsik. Kedua, kebebasan pemerintah untuk mencetak uang. Ketiga, adanya seignorage yaitu perbedaan antara nilai uang dan biaya untuk memproduksi dan medistribusikannya. Keempat, tidak ada dukungan terhadap keadilan sosial. Kelima, kedaulatan negara terancam. Sedangkan mata uang emas juga memiliki banyak keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari mata uang emas yaitu bernilai, langka, homogen atau sejenis dan dapat disimpan. Sedangkan kelemahan dari mata uang emas yaitu penggunaan mata uang emas membutuhkan banyak biaya, mata uang emas tidak elastis, dan pemerintah tidak kuat untuk mengendalikan mata uang emas.
Krisis yang terjadi saat penerapan fiat money ini disebabkan oleh permainan spekulasi mata uang. Fiat money juga dapat menyebabkan hilangnya kekayaan karena nilai dari fiat money ini tergerus oleh inflasi yang terjadi. Sebagai ilustrasi, dalam 40 tahun Rupiah mengalami penurunan daya beli sebesar 8% per tahun. Sedangkan dalam 40 tahun juga US$ mengalami penurunan sebesar 5% per tahun. Tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 1998 mencapai 78%. Jika dalam setahun inflasi terjadi sebesar 7,5% maka dalam 10 tahun mendatang biaya hidup dalam Rupiah akan meningkat sebesar 100% bahkan lebih.
Kedua, mengenai fractional reserve requirement atau reserve banking. Reserve banking mempunyai kelemahan yaitu sangat mudah bagi perbankan untuk mendapatkan keuntungan karena perbankan mempunyai keunggulan untuk mencetak uang. Hal ini yang menyebabkan jumlah uang yang beredar cenderung berlipat-ganda. Sebagai contoh, seorang nasabah menjual tanah dengan harga Rp100.000.000, kemudian uang tersebut disimpan di bank A. Maka bank A akan menyimpan uang sebesar Rp10.000.000 dan Rp90.000.000 akan dikreditkan kepada nasabah yang lain. Kemudian nasabah yang melakukan kredit kepada bank A tersebut akan menyimpan uangnya di Bank B. Sama seperti bank A, Bank B juga akan melakukan hal yang sama yaitu menyimpan uang sebesar Rp9.000.000 dan Rp81.000.000 akan dikreditkan kepada nasabah lainnya. Hal ini akan terjadi terus-menerus sehingga kemungkinan uang yang beredar dari Rp100.000.000 akan menjadi Rp1 Miliar.
Ketiga yaitu interest and default. Telah dibuktikan oleh Mera dalam teori matematika model bahwa dengan adanya interest atau bunga maka bisnis cenderung gagal atau default. Dalam rumus di teori matematika bahwa R
Jika kita kembali ke sistem emas itu baik namun hal itu ada juga hambatannya yaitu: 1). Kecukupan emas, 2). Penerapan sistem mata uang itu harus satu sistem saja tidak bisa suatu negara menerapkan dua sistem mata uang, 3). Terjadi gap di bidang sosial, ekonomi dan politik antar negara, 4). Tidak bisa dilakukan oleh hanya satu negara minimal dilakukan secara regional. Selain itu hambatan terbesar jika kita kembali ke sistem emas adalah IMF article yang menyebutkan bahwa semua Bank Sentral tidak diperkenankan untuk menggunakan sistem emas lagi. Sebagai solusi alternatifnya maka negara-negara harus memperkuat sektor riil yaitu dengan menggunakan instrumen ekonomi yaitu zakat dan wakaf. Mengapa kedua instrumen itu mampu menguatkan sektor riil? Karena zakat dan wakaf memiliki potensi yang besar. Selain itu, jika kita ingin kembali ke sistem emas kita harus melakukannya secara bertahap, berdasar pada komunitas, dan harus melakukan kombinasi dengan model digital. Penerapan Back To Gold ini memang sulit, bukan tugas individu maupun komunitas, namun ini merupakan tugas negara.
Banyak partisipasi dari para partisipan yang mengikuti karena topik yang diangkat menarik, untuk itu moderator hanya memilih beberapa pertanyaan yang mencakup keseluruhan pembahasan, diantaranya adalah:
Pertanyaan
Bagaimana nilai uang jika emas diperjualbelikan?
Jawaban
Jika emas itu diperjualbelikan, maka harus diketahui dahulu emas itu diperjualbelikan dengan komoditas apa dan untuk apa. Hal yang mungkin terjadi itu emas tidak diperjualbelikan namun dijadikan sebagai alat tukar atau barter, misal emas ditukar dengan beras yang nanti akan diamankan oleh lembaga kliring. Memang untuk mengamankan emas itu cukup sulit, karena untuk mengamankan nilai untuk fiat money kita sudah mengeluarkan dana beribu triliun. Bahkan menurut penyelidikan, biaya untuk mengamankan konsep kliring itu lebih besar daripada biaya stabilitas.
Pertanyaan
Apa dampak yang ditimbulkan jika suatu negara menggunakan dua nilai mata uang?
Jawaban
Tidak memungkinkan dua mata uang digunakan oleh suatu negara karena ini akan memperburuk citra, dan kemungkinan mata uang rupiah akan menang karena lebih efisien dalam penggunaan. Jika ingin dipindah ke sistem emas harus dilakukan secara bertahap. Jika kedua sistem itu diterapkan maka masyarakat cenderung akan lebih suka menggunakan uang kertas karena mereka merasa bahwa emas itu berharga jadi mereka lebih baik menyimpan emas tersebut daripada digunakan sebagai alat pembayaran. Apabila suatu saat harga emas itu meningkat, maka masyarakat akan berlomba-lomba mencari tambang emas. Padahal mencari tambang emas itu memerlukan biaya yang tinggi, namun masih untuk karena harga emas tinggi. Jika emas sudah berlimpah maka harga emas akan turun. Jika jumlah emas itu melebihi jumlah uang maka sebagian emas itu akan dijadikan sebagai perhiasan saja.
Pertanyaan
Jika memungkinkan untuk menjadikan emas hanya sebagai nilai bagaimana transaksi riilnya? Namun, jika menggunakan digital, tidak semua masyarakat Indonesia memiliki akses untuk itu. Lalu pecahan terkecil dari emas nanti akan seperti apa?
Jawaban
Ini baru desain konseptual, jika terkait dengan masalah seperti itu nanti akan diselesaikan secara bertahap. Dulu Amerika sebelum tahun 1971 , setiap mereka mengedarkan uang mereka harus menyimpan emas, jadi mereka mengeluarkan uang maka di bank harus ada emas senilai uang yang dikeluarkan tersebut. Artinya jika negara mengeluarkan uang sebesar Rp1 triliun maka di Bank Sentral harus ada uang sebesar Rp1 triliun. Jika emas hanya dijadikan sebagai standar pengukur nilai, maka nilai akan stabil. Untuk pecahan terkecilnya itu sama dengan dirham, karena mata uang emas tidak bisa dipecah lebih kecil dari dirham.
Pertanyaan
Jika ingin menggunakan mata uang berbasis emas maka kita akan kalah dengan cadangan emas di Amerika, sementara dalam Modern Monetary Teory (MMT) dikenal dengan namanya mencetak uang dengan berdasarkan proyek. Menurut bapak manakah yang lebih relevan diterapkan apakah mata uang berbasis emas atau dengan MMT yang mencetak uang berdasarkan proyek?
Jawaban
Mata uang emas memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh mata uang kertas. Sedangkan mata uang kertas memiliki sisi negatif yang paling parah yaitu menimbulkan krisis global yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh satu orang saja. Untuk negara yang tidak memiliki cukup persediaan emas perlu diberlakukan comodity money, artinya tidak boleh hanya satu negara saja yang menerapkan, namun harus memperhatikan keadaan negara sekitar apakah mereka memiliki persediaan emas atau tidak misalnya Indonesia memiliki persediaan emas banyak sedangkan Brunei memiliki persediaan emas sedikit namun persediaan minyak mereka banyak jadi Indonesia dan Brunei bisa bertukar komoditas satu sama lain, dan juga harus dilakukan secara bertahap. Selain itu, kita juga harus memperhatikan stabilitas ekonomi keuangan. Sistem emas ini memiliki stabilitas, keadilan, dan sesuai dengan sistem Islam.